Fenomena Rojali dan Rohana Bikin Omzet Mal Turun di Indonesia
Jakarta – Tak hanya rombongan jarang beli alias Rojali, kini pusat perbelanjaan di Indonesia juga dihadapkan pada fenomena baru: Rohana atau rombongan hanya nanya. Kedua kelompok ini diyakini turut menyumbang penurunan omzet pusat perbelanjaan secara nasional.
Caption: Banyak pengunjung mal hanya melihat-lihat atau sekadar bertanya harga, tanpa membeli produk apapun.
Rojali dan Rohana Jadi Cermin Daya Beli Lemah
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonsus Widjaja, mengungkapkan bahwa Rojali dan Rohana adalah konsekuensi logis dari fungsi pusat perbelanjaan yang bersifat offline. Interaksi antara penjual dan calon pembeli seperti tanya harga atau melihat-lihat barang dianggap hal yang wajar.
“Kalau offline itu pasti ada interaksi, tawar-menawar, tanya harga. Saya kira itu umum dan wajar. Tapi saat ini memang ada perubahan pola belanja masyarakat,” ujar Alphonsus di Jakarta, Rabu (23/7/2025).
Pola Belanja Bergeser ke Produk Lebih Murah
Meski interaksi dinilai normal, nyatanya pusat perbelanjaan mengalami penurunan omzet. Ini disebabkan oleh perubahan perilaku konsumen, terutama dari kalangan menengah-bawah, yang kini lebih selektif dan hanya membeli produk-produk dengan harga unit yang rendah.
“Masyarakat cenderung membeli produk yang unit price-nya murah. Ini menunjukkan penurunan belanja secara keseluruhan,” tambah Alphonsus.
UMKM Tetap Optimis di Tengah Fenomena Rojali-Rohana
Pada kesempatan yang sama, peresmian 100 merek UMKM di salah satu pusat perbelanjaan Jakarta tetap digelar. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terjadi tren pengunjung pasif, pelaku usaha kecil tetap optimis menjangkau pasar potensial di ruang ritel modern.
Kesimpulan
Fenomena Rojali dan Rohana menjadi potret nyata perubahan perilaku konsumen Indonesia. Meskipun tidak secara langsung menyumbang transaksi, kehadiran mereka menunjukkan pentingnya pendekatan baru bagi pelaku usaha dalam menarik perhatian dan mendorong konversi penjualan di pusat perbelanjaan. Adaptasi strategi pemasaran dan promosi produk murah menjadi kunci menghadapi tren ini.